Suhu Tanah
Suhu Tanah
Suhu tanah beraneka ragam dengan cara khas pada perhitungan harian dan musiman. Fluktasi terbesar di permukaan tanah dan akan berkurang dengan bertambahnya kedalaman tanah. Kelembaban waktu musiman yang jelas terjadi, karena suhu tanah musiman lambat bantuk fluktasi suhu pada peralihan suhu di udara atau di bawah tanah yang lebih besar. Suhu total untuk semalam tanaman mungkin terjadi pada tengah hari. Dibawah 6 inch atau 15 inch terdapat variasi harian pada suhu tanah (Sostrodarsono, 2006).
Suhu tanah mengalami perubahan dari pengembunan secara terus menerus pada kedalaman yang dangkal dibanyak tanah di daerah Alaska yang beku sampai ke Hawai yang tropis, dimanapun jarang ditemukan suhu tanah dapat mencapai 1000 F (37,80 C) pada hari yang panas sekalipun. Pada kebanyakan permukaan bumi, suhu tanah harian jarang mengalami perubahan pada kedalaman 20 inchi (51 cm). tapi dibawah kedalaman tersebut suhu tanah akan mengalami perubahan yang secara lambat menunjukkan pertambahan derajat suhu sekitar 20 F (Donahue dkk, 1977).
Suhu tanah bervariasi secara berkelanjutan. Di permukaan tanah, pada malam hari panas yang telah hilang menghasilkan suhu yang menurun mencapai titik minimum dan ketika ada matahari suhu tanah yang minimum tersebut meningkat. Dengan bantuan sinar matahari, tanah memulai menyimpan energi yang kemudian menghilang, disebabkan suhu meningkat. Proses tersebut akan terus berkelanjutan hingga sore hari atau intensitas radiasi yang mengalami kemunduran disebabkan karena jumlah energi yang diterima menurun hingga hilang sama sekali dari permukaan tanah (Hausenbuiller, 1982).
Penggunaan mulsa anorganik antara lain dapat mempercepat tanaman berproduksi, meningkatkan hasil per satuan luas, efisien dalam penggunaan pupuk dan air, mengurangi erosi akibat hujan dan angin, mengurangi serangan hama dan penyakit tanaman, menghambat pertumbuhan gulma, mencegah pemadatan tanah dan mempunyai kesempatan untuk menanam pada bedengan yang sama lebih dari satu kali. Tanaman kekurangan air dapat mengakibatkan kematian, sebaliknya kelebihan air dapat menyebabkan kerusakan pada perakaran tanaman disebabkan kurangnya udara pada tanah yang tergenang. Untuk mengendalikan penguapan air maka penggunaan mulsa merupakan bahan yang potensial untuk mempertahankan suhu, kelembaban tanah, kandungan bahan organik, mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan, meningkatkan penyerapan air dan mengendalikan pertumbuhan gulma (Norhadi dan Sudadi, 2003).
Bahan-bahan dari mulsa dapat berupa sisa-sisa tanaman atau bagian tanaman yang lalu dikelompokkan sebagai mulsa organik, dan bahan-bahan sintetis berupa plastik yang lalu dikelompokkan sebagai mulsa non-organik. Penggunaan mulsa plastik sudah menjadi standar umum dalam produksi tanaman sayuran yang bernilai ekonomis tinggi, baik di negara-negara maju maupun di negara berkembang, termasuk Indonesia. Bahan utama penyusun mulsa plastik adalah low-density polyethylene yang dihasilkan melalui proses polimerisasi etilen dengan menggunakan tekanan yang sangat tinggi (Lamont, 1993).